Revolusi
? Sungguh ! ini Cuma simbol tanpa arti
Segala
kata yang terucap hanyalah sajak terpatri
Hai
Kau Tikus berdasi, Ya kau! Mau siapa lagi ?
Apa
kau mampu tertawa diatas luka sang penenun luka?
Sungguh
! Apa kau buta?
Lihat!
Ya kau, kau yang mengaku punya nurani, siapa lagi ?
Biarkan
hujan membasahi tenggorokan mereka
Jangan
kau paksa kemarau datang mengantar gersang
Kau
tau? Asin lidahmu kini terasa pahit
Aku
tak mau lagi menelan ludah basinmu
Kau
tau janjimu bagai rinai mengganti
Lalu
dengan pasti datang tuk ribut kembali
Ditanah
yang tak paham siapa penguasa sengketa
Kau
pecundang, Ya kaulah. Mau siapa lagi ?
Dulu.
Dulu sekali desaku setiap pagi masih tercium selai donat
Tapi
kini, yang kucium hanyalah anyirnya lumpur di ujung jalan
Ya,
kau tikus berdasi, siapa lagi ?
Sungguh
hina! Dasar Bodoh ! Apa kau ? iyalah kau, siapa lagi ?
Hadapilah
aku dengan cakap penjamuan
Jangan
mengecoh rakyat lemah yang kau jepit
Kini
aku yang akan mencekikmu sampai menjerit
Kau
tau ? Pertiwi ini yang kau curangi ?
Ya,
alasannya pasti. Karena kau buta dan tuli .
Ia
kini telah mati dengan permainan janji
Pati, 11 Januari
2014